Sang Dadu
Page 1 of 1
Sang Dadu
Sang Dadu
Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.
Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah
beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai."
Saya tersadar.
Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.
Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama karir. Ada papan bernama cinta. Ada papan bernama keluarga. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan. Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah lah yang mengatur. Dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah sebatasÂ
melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang engganÂ
melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah melempar dadu.
Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana.
Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan
permainannya.
Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga.
Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.
Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah
beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai."
Saya tersadar.
Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.
Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama karir. Ada papan bernama cinta. Ada papan bernama keluarga. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan. Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah lah yang mengatur. Dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah sebatasÂ
melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang engganÂ
melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah melempar dadu.
Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana.
Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan
permainannya.
Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga.
Admin- Admin
-
Number of posts : 577
Age : 36
Location : In My ROomZZ
Registration date : 2007-10-28
Character sheet
games:
Similar topics
» Sang Juara
» Renungan Buat Sang Suami
» Sikap Sang Hacker: Beberapa Alasan mereka Mereject Email And
» Renungan Buat Sang Suami
» Sikap Sang Hacker: Beberapa Alasan mereka Mereject Email And
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
|
|